RSS

EKOSEMEN : Semen dari Sampah

19 Feb

Jepang, sebuah negeri penuh inovasi. Mungkin sebutan itu sangat sesuai sebagaimana Jepang menangani masalah sampah di negaranya. Setelah berhasil membuat sebuah airport berkelas internasional di Kobe yang dibangun di atas lapisan sampah dan menerapkan pembuatan pupuk dari sampah di berbagai hotel di Jepang, kini Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian dinamakan dengan ekosemen.

  • Ekosemen

Kata Ekosemen diambil dari penggabungan kata “Ekologi” dan “Semen”. Diawali penelitian di tahun 1992,  para peneliti Jepang (yang tergabung dalam NEDO) telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dg bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1993, Proyek itu kemudian dibiayai oleh Kementrian Perdangan Internasional dan Industri Jepang. Pada tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi semen, resmi beroperasi di Chiba. Pabrik tersebut mampu menghasilkan ekosemen 110,000 ton/tahunnya. Sedangkan sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62,000 ton/tahun, endapan air kotor dan residu abu industri yang diolah mencapai 28,000 ton/tahun.

  • Penggunaan Abu Insinerasi untuk semen

Di Jepang sampah terbagi menjadi berbagai macam, salah satunya adalah sampah terbakar (terdiri atas sampah organik, kertas, dll) dan sampah tidak terbakar (plastik, dll). Setiap tahunnya, penduduk Jepang membuang sekitar 37 juta ton untuk sampah terbakar. Kemudian dari 37 ton/tahun sampah terbakar tersebut untuk kemudian akan dibakar (di-insenerasi), dan menghasilkan abu (inceneration ash) mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa2 dalam pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa2 oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu insinerasi ini bisa berfungsi sebagai pengganti clay (tanah liat) yang digunakan pada pembuatan semen biasa.

Tabel 1 Perbandingan Semen biasa dengan Semen Insenerasi

CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 SO3 Cl
Semen Biasa 62~65 20~25 3~5 3~4 2~3 50~100 ppm
Abu Insenerasi 12~31 23~46 13~29 4~7 1~4 150.000 ppm

Sumber : Taiheyo Engineering Corp

Yang jadi masalah adalah kandungan Cl yang begitu tinggi pada abu insinerasi dan logam berat yang masih terkandung yang dapat mengakibatkan trouble pada sistem operasi dan mengurangi kualitas dan material safety pada semen. Sedangkan kandungan CaO yang masih kurang pada abu insinerasi dapat dicukupi dengan penambahan limestone (batu kapur). Dalam pembuatan ekosemen ini, chlorine dan logam berat yang terkandung pada abu insinerasi akan diekstrak menjadi artificial ore (Cu, Pb, dll) yang kemudian direcyle.

  • Proses Pembuatan Ekosemen

Secara umum, produksi semen biasa (Portland) meliputi drying, pulverizing dan pencampuran limestone, clay, quartzite dan bahan raw material lainnya dan kemudian dibakar dengan rotary klin.  Pada pembuatan ekosemen, secara prinsip sama dengan pembuatan semen biasa. Perbedaannya terletak pada abu insinerasi, sewage sludge, dan limbah lainnya yang digunakan sebagai raw material sebagai pengganti clay dan sebagian limestone (batu kapur). Adapun Prosesnya sebagai berikut :

1. Preprocessing

Raw material (incineration ash dan endapan air kotor rumah tangga) diproses terlebih dahulu, seperti dengan pengeringan (drying), crushing, dan logam yang masih terkandung dalam raw material dipisahkan dan direcycle.

2. Raw Material Drying and Pulverizing

Setelah dikeringkan, raw material dihancurkan pada Raw grinding/drying mills bersamaan dengan natural raw material (limestone).

3. Raw Material Mixing

Kemudian dimasukkan ke dalam Homogenizing Tank bersamaan dg fly ash (abu yang dihasilkan oleh pembangkit listrik batubara) dan blast furnace slag (Limbah yang dihasilkan industri besi). Dua Homoginezing tank ini diatur dan ditujukan untuk pencampuran semua raw material dan kemudian mensuply ke proses selanjutnya. Pencampuran ini dimaksudkan untuk memperoleh predetermined chemical composition (penentuan komposisi kimia yang diinginkan).

4. Firing

Setelah itu dimasukkan ke dalam rotary klin, untuk kemudian dibakar pada suhu diatas 1,350 C. Pada proses ini, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang terkandung pada inceneration ash  akan terurai dengan aman. Gas limbah dari rotary klin kemudian didinginkan secara cepat hingga suhu 200 C untuk mencegah terbentuknya dioksin kembali. Pada proses ini pula logam berat yg masih terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu yang mengandung chlorine. Debu ini kemudian dialirkan ke Heavy Metal Recovery Process. Pada proses ini, chlorine yang masih terkandung akan dihilangkan dan menghasilkan sebuah articial ore seperti tembaga dan timbal yang kemurniannya mencapai 35 % atau lebih.

Pada proses firing ini akan menghasilkan clinker (intermediate stage pada industri semen) yang kemudian dikirim ke clinker tank.

5. Product Pulverizing Process

Gypsum ditambahkan bersama clinker dan campuran tersebut akan dihancurkan (pulverizing) pada finish mills yang kemudian akan menghasilkan produk ekosemen.

Pembuatan Ekosemen

Gambar 1. Flowchart Pembuatan Ekosemen

  • Kendala

Salah satu kendala utama pengembangan ekosemen adalah proses produksinya yang relatif mahal apabila dibandingkan dengan produksi semen konvensional. Hal ini disebabkan oleh proses pemisahan klor pada produksi ekosemen yang memakan banyak biaya. Keberadaan klor sendiri diakibatkan karena adanya plastik vinil yang ikut tercampur pada sampah organik. Pada pembuatan abu insenarasi, plastik vinil akan ikut terurai menjadi klor. Klor akan menurunkan kekuatan konkrit ekosemen apabila tidak dipisahkan. Hal tersebut membuat pemisahan plastik dari sampah organik secara seksama menjadi kunci utama pada produksi ekosemen.

  • Kualitas Ekosemen

Hingga saat ini ada dua macam tipe ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan kandungan chlorine) yaitu tipe biasa  dan Tipe Rapid Hardening. Ekosemen tipe biasa mempunyai kualitas sama baiknya dengan semen portland biasa. Tipe ekosemen ini  digunakan sebagai ready mixed concrete. Sedangkan ekosemen tipe Fast Hardening memiliki kekuatan concrete dan pengerasan (hardening) yang lebih cepat dibanding semen portland tipe high-early strenght .Ekosemen tipe ini digunakan pada architectural block, exterior wall material, roof material, wave dissipating concrete block, dll.  Ekosemen ini telah melewati proses Japanese Indusrial Standard (JIS).

Perbandingan Ekosemen dengan semen portland

Gambar 2. Perbandingan kekuatan ekosemen dibandikan dengan semen Portland

  • Manfaat Ekosemen

Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif pengolahan sampah yang lebih bernilai ekonomis, dan biaya pengolahan sampah di Jepang menjadi lebih murah. Bila sebelumnya 40,000 yen/ton (pengolahan sampah konvensional) menjadi 39,000 yen/ton (pengolahan sampah hingga menjadi semen).

Selain itu, teknologi ekosemen sangatlah ramah akan lingkungan. Pada pembuatan ekosemen, sebagian CaO diperoleh dari abu insenerasi sehingga mengurangi penggunaan batu kapur (CaCO3), yang selama ini sumber polusi gas CO2. Tak salah, jika kemudian teknologi ekosemen mendapat penghargaan dari menteri lingkungan Jepang atas peranannya mencegah pemanasan global.

  • Peluang di Indonesia

Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari penolakan warga masyarakat sekitar TPA akibat kepulan asap dan bau yang ditimbulan pengolahan sampah saat ini hingga kejadian yang tidak pernah dilupakan, tragedi leuwih gajah yang merenggut 24 nyawa tak bersalah.

Sudah banyak upaya yang dilakukan, termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya perkembangannya masih jalan ditempat. Dengan berhasilnya Jepang, mengolah sampah menjadi semen, tentu menjadi peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia. Di Jakarta saja sampah yang dihasilkan oleh warganya mencapai 6000 ton lebih/hari. Selain itu secara prinsip, pembuatan ekosemen hampir sama dengan pembuatan semen biasa, sehingga jika bisa dilakukan kerja sama dengan pihak industri semen, maka akan jadi kerjasama yang menguntungkan baik pihak pemerintah maupun pihak industri. Dari pihak pemerintah penanganan sampah bisa teratasi dan dari pihak industri mampu mengurangi penggunaan limestone (26 %).

Namun yang terpenting adalah kemauan pemerintah, khususnya pemerintah kota/daerah, untuk mengelola sampah dengan baik dan memulai untuk mencoba memisahkan sampah antara sampah organik, anorganik, botol dan kaleng menjadi kebudayaan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga peluang pemanfaatan sampah menjadi semen atau produk yang lain bisa oleh pihak industri bisa lebih ekonomi.

Ditulis Oleh : Dedy Eka Priyanto

Tulisan ini telah mengalami sedikit pengeditan tanpa merubah maksud penulis.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 19 Februari 2010 inci All About Sciences

 

Tag:

Tinggalkan komentar